Dulu saya memang bukan mahasiswa pintar ber-IPK cumlaude dengan setumpuk prestasi. Saya juga bukan aktivis yang duduk di jabatan tinggi organisasi kampus. Saya hanya mahasiswa berintelijen rata-rata yang masih suka titip absen dan sering merasa sok sibuk membantu teman-teman di acara-acara kampus. Namun, saya akui saya sangat rindu masa kuliah. Kuliah itu banyak bertolak sisi dengan bekerja. Saya sangat senang saat harus bergerak ke sana kemari mengerjakan tugas responsi kelompok. Saya menikmati sekali saat bangun kesiangan dan dengan ringan hati memutuskan untuk bolos kuliah. Saya juga menyukai saat-saat nongkrong di sela jadwal kuliah yang tidak tentu. Sekarang keadaannya tidak sama. Tidak ada lagi kaos dan sepatu kets yang biasa menemani aktivitas saya. Tidak ada lagi jadwal begadang bersama teman sekelompok. Kegiatan semi rutin jalan-jalan berburu udara segar sepertinya juga sudah mulai hilang. Saya lebih banyak menghabiskan waktu dengan duduk di ruang rapat atau di depan komputer. Berat badan saya naik dan saya merasa sedikit sulit bergerak. Bahkan, seringkali saya berjalan-jalan tidak jelas di kantor hanya untuk sekedar menggerakkan badan.
Dari banyak hal menarik yang berlabel kuliah, ada satu yang sangat saya rindukan, teman-teman seangkatan saya. Ratusan remaja labil yang baru saja melepas seragam putih abu-abu, dengan berbagai karakter, berkumpul di kampus Surabaya. Tidak semuanya rajin, tidak semuanya orang yang sabar, juga tidak semuanya peduli. Tetapi semuanya menyenangkan, menurut saya.
Saya mencoba mengingat secara acak orang-orang yang ada di sekitar saya selama 4 taun kuliah:
1. Dominggo Bayu Baskara
Sang fotografer. Rogoh kocek sedikit dalam untuk mendapatkan satu kali sesi foto dengannya, hasilnya tidak akan mengecewakan. Domi memperlakukan kamera dengan manis laiknya merawat seorang istri. Protektif. Jadi, jangan sekali-kali mencoba untuk "mempermainkan istri" Domi.
Saya suka sekali gaya bicaranya. Santai dan asik. Domi memang seperti memiliki teritori sendiri, yang kadang tidak semua orang bisa menembusnya dengan mudah. Kalau ada yang berkata dia apatis, saya lebih suka menyebutnya sebagai sebuah karakter, semacam personalitas yang anti-mainstream. Masih ada yang menyebutnya apatis setelah bersesi-sesi foto gratis dari Domi?
2. Maria Ulfa (Emyu)
Gadis manis asli Surabaya ini adalah teman yang easy going. Mau ke sana santai, mau ke sini ayo. Saking santainya, saya berpikir sepertinya dia tidak bisa sakit hati. "Wis ta, jarno ae..", kata-kata yang sering muncul saat dia ada masalah. Tetapi saya baru tahu ternyata seorang Emyu tidak bisa santai saat berhadapan dengan dosen penguji di sidang tugas akhir.
Sependek ingatan saya, Emyu memiliki kemampuan melihat makhluk-makhluk tak kasat mata. Sejak kecil Emyu sudah terbiasa dengan keberadaan makhluk berbeda dunia itu. Dia sudah hafal betul "siapa" saja yang menghuni gazebo, lorong-lorong sekitar gedung kuliah, dan bangunan-bangunan tua di kampus. Bahkan kadang dengan ringan dia menyebutkan makhluk-makhluk asing yang ada di sekeliling saat kami sedang asik main kartu. Cukup ampuh membubarkan permainan kartu kami untuk beralih ke tugas kuliah masing-masing.
3. Bayu Dwito Wicaksono (Bedewey)
Ada beberapa poin tentang seorang Bedewey yang saya garis bawahi: pemikir, kreatif, dan pembawa kesesatan. Pemikir, karena tidak suka menelan mentah-mentah informasi yang dia peroleh. Kreatif dengan banyak sekali ide segar yang tidak ada habisnya. Si pembawa kesesatan, karena dia lah salah satu orang yang berhasil menanamkan pikiran-pikiran negatif pada saya. Adalah salah satu penyesalan besar saya, bertemu dengan dia.
Di balik dominasi otak kanannya, Bedewey adalah seorang yang berlogika mumpuni. Entah dia yang sok pintar atau saya yang terlalu lugu, banyak sekali komentar darinya yang membuat saya menganggukkan kepala karena takjub. Oke, saya berlebihan. Dia tidak seperti itu. Dia sangat standar, hanya seorang penjaga laboratorium Ergonomi yang rutin menginap di lab karena tidak mampu membayar uang kost.
4. Wahyu Rosita Madasari (Britni)
Saat awal masuk sebagai mahasiswa baru, saya sempat sedikit kesal dengannya. Gara-garanya, si gadis yang akrab disapa Britni ini sangat cerewet dan sedikit jutek. Tapi adagium 'tak kenal maka tak sayang' itu memang tidak salah. Kalau sekarang saya diminta untuk mendeskripsikan seorang Britni, akan jelas berbeda dengan yang lalu. Dia adalah seseorang dengan kadar percaya diri di atas rata-rata, berani, dan sangat santai. Satu hal yang saya sukai darinya adalah karena Britni salah satu teman yang paling, em.. natural menurut saya. Apa adanya. Saya sering iri dengan Brit yang bisa dengan mudah dan ringan menyelaraskan antara ucapan dan apa yang dipikirkannya.
Britni adalah orang yang bersemangat. Dia yang menggerakkan kami untuk menjual
spaghetti dan kudapan di gazebo, mengumpulkan recehan demi bisa berangkat Studi Ekskursi bersama. Ah, Britni manis sekali. Apa kabarmu sekarang, Brit?
***
Mereka hanya segelintir dari ratusan orang yang menjadi saudara saya di Surabaya. Masih ada Fauzi Firman si anak alam, Syarif si Madura tulen, Didit si anak pantai, Toni Utomo si pembalap ulung, Heidy Anggraini si personil Cherybelle, Hakim Habibi si jenius, dan sederet nama lain yang selalu saya ingat. Kalau bukan kepada mereka, kemana lagi saya lari saat bosan, saat butuh salinan catatan, saat kesulitan, bahkan saat lapar.
Jadi, sedang apa kalian sekarang?
Sudah sibuk dengan kesenangan masing-masing?
Kapan kita bertemu lagi?
Atau kita susun rencana berlibur bersama?
Bali sepertinya masih menarik untuk yang kedua kali, atau Lombok? Hm..
Berapa orang yang sudah menikah?
Siapa saja yang sedang belajar mengganti popok?
Atau siapa yang masih betah berkutat dengan buku-buku diktat tebal sampai sekarang?
Banyak pertanyaan yang menumpuk untuk teman-teman saya di sana. Teman yang sering menertawakan saya. Teman yang meminjami saya tugas kalkulus. Teman yang mau berbagi mie ayam gazebo dengan saya. Teman yang sering kesal dengan kelalaian saya. Teman yang biasa berjejal dengan saya saat mengantri di kantin. Teman yang bersama-sama meneriakkan yel-yel di bawah hujan deras. Teman yang mau bernyanyi bersama di tepian Danau Bedugul. Dan yang jelas, teman-teman dengan balutan kain kuning yang sama di semester pertama.
Sampai jumpa kawan, di saat nanti bisa berkumpul bersama, dengan membawa cerita bahagia masing-masing dari kita..