Friday, May 24, 2013

Salamun Kawasaki


Tiba-tiba saya ingin menulis sedikit tentang bapak-bapak yang menjadi teman saya ketika saya dan teman sejurusan saya, Tya, kerja praktek di Banyuwangi. Sebenarnya nama beliau hanya Salamun, tapi untuk kepentingan nama di facebook, salah satu rekan Pak Salamun, Pak Ari, menambahkan kata Kawasaki di belakang nama beliau. Kawasaki sendiri diambil dari merk salah satu mesin boiler di pabrik tempat saya kerja praktek. Saya sendiri separuh nggak percaya.
Selama sebulan kerja praktek di sana, Pak Salamun dan Pak Ari lah yang menjadi teman saya dan Tya. Dari sekitar 7 jam kerja, hampir 60%-nya kami habiskan untuk hal yang nggak produktif. Pagi-pagi kami dapat materi dari kabag-kabag di sana, sisanya kami habiskan untuk jalan-jalan di pabrik, foto-foto nggak penting, ngobrol dengan Pak Ari dan Pak Salamun, tiduran di masjid, bahkan pernah sampai tertidur di supermarket Giant depan pabrik. Saking nganggurnya, kami pernah diantar naik ke boiler setinggi 45 meter di belakang pabrik hanya untuk melihat Banyuwangi dari atas dan tentu saja foto-foto. Hehe.
Meskipun dari segi materi ilmu saya nggak mendapat terlalu banyak di sana, tapi saya dan Tya banyak mendapat pelajaran hidup dari Pak Salamun. Ecieee. Saya senang sekali bisa bertemu dengan bapak ini. Bahkan saya sempat kangen waktu beliau ambil cuti 2 hari, hehe. Sifat beliau yang polos dan baik hati ini yang membuat saya sedikit sedih waktu berpamitan untuk kembali ke Surabaya. Serius, bapak ini polos sekali. Saya masih ingat beberapa obrolan ringan kami di sela-sela pekerjaan kami beliau.
Saya     : (sambil buka-buka file komputer kantor) Pak ini lagunya Roma Irama semua ya?
Beliau  : Iya, Mbak, saya fans berat Roma Irama. Saya nggak terlalu suka kalo yang penyanyi-penyanyi band sekarang.
Saya     : Tapi tau Pak band-band sekarang?
Beliau  : Ya dikit. Kayak Ungu, Wali gitu. Kalo di tempat saya itu nggak terlalu suka yang gitu-gitu, lebih suka yang triji. Kan di kampung, Mbak.
Saya     : Lah, itu kok tau Treeji? (sempat terpikir sama boyband punya Tara Budiman yang udah bubar)
Beliau  : La iya, soalnya di kampung, makanya taunya ya lagu triji. Solawatan-solawatan gitu, atau kadang Roma Irama, kalo yang muda-muda gitu nggak suka, Mbak.
Saya     : (masih amat sangat heran) Solawatan? Lagu triji?
Beliau  : Itu triji yang agama-agama maksudnya, Mbak.
Saya     : Itu RELIGI kali, Pak.
(Saya dan Tya cuma ngakak)
Saya     : Semua lagunya Roma ada ya, Pak?
Beliau  : Lengkap, Mbak.
Saya     : Dapet dari mana, Pak?
Beliau  : Dari itu internet diajarin Pak Ari.
Saya     : Wesss... Canggih.. Ajarin donlot dong, Pak.
Beliau  : Itu dibuka aja di empatsaret, terus diketik judulnya.
(Serius, beliau mengeja 4Shared dengan empatsaret)
 Beliau : Tapi saya ada satu lagu yang nggak punya, Mbak. Sudah saya ingat-ingat judulnya dari radio tapi nggak nemu di internet.
Saya     : Judulnya apa, Pak?
Beliau  : Nanamurnana (nggak jelas).
Saya     : Apa, Pak?
Beliau  : Nanamurana (tetep nggak jelas)
Saya     : Coba ditulis di sini nanti saya carikan, Pak (sambil menyodorkan kertas pulpen)
Beliau menulis “katamurgana”.
Saya     : (Saya dan Tya mikir lama...sekali)
FATAMORGANA kali, Pak.

Bapak dua anak ini memang lugu dan sederhana. Saya dan Tya pernah main ke rumah beliau yang letaknya lumayan jauh dari kota. Saya penasaran sama es campur buatan istrinya yang kata beliau enak sampai manajer-manajer di sini suka pesan kalau ada acara di rumah. Bapak ini memang semangat sekali kalau menceritakan istri dan anak-anaknya.

Beliau  : Istri saya jualan es campur di rumah. Karena laris, jadi tetangga-tetangga ikut jualan. Tapi orang batuk-batuk kalo nggak di istri saya (maksudnya es campur tetangga-tetangga beliau nggak pake gula asli). Bapak-bapak manajer di sini juga pesan di istri (saya) kalo ada acara, soalnya es campur (buatan) istri (saya) enak, Mbak. Kalo jualan di rumah pake gula biasa, tapi kalo yang pesan Pak Manajer ya pake Marijan, Mbak.
Saya     : Pake apa, Pak? (memastikan pendengaran saya)
Beliau  : Itu lo.. sirup-sirup buat lebaran, Marijan.
Saya     : MARJAN kali, Pak..

Es campur buatan istri beliau memang enak, saya suka. Di rumah beliau yang sederhana, kami banyak ngobrol tentang anak-anak beliau yang masih kecil. Sangat malu-malu, persis seperti ibunya. Di sana, saya dan Tya sempat diajak menyambangi sawah dan kebun kelapa kecil milik beliau. Saya suka sekali udara di kampung beliau, terasa segar melewati rongga paru-paru saya. Sekarang pun saya masih suka tertawa sendiri kalau ingat beliau. Masih melekat di memori saya bagaimana suara handphone beliau saat ada panggilan masuk, monophonic ringtone dengan volume suara paling keras. Hahaha, saya kangen Bapak, Pak Salamun..

 
ki ke ka: Saya, Pak Salamun, Pak Heru, Tya, Pak Ari

“Bahkan kita bisa belajar banyak dari hal-hal sederhana yang tidak pernah kita duga sebelumya..”

Wednesday, May 15, 2013

Makanan (nggak) Sehat itu Enak


Saya suka sekali makan makanan yang nggak sehat, karena mereka enak. Saya suka junk food, saya nggak suka sayur dan saya sangat suka indomi. Hahaha. Salah satu makanan (nggak sehat) favorit saya adalah bebek. Surabaya memang terkenal dengan olahan bebeknya yang bermacam-macam dan tentu saja enak. Maka dari itu, selama kuliah saya wajib mencoba berbagai macam menu bebek yang banyak dijual di sepanjang jalanan Surabaya. Saya mencoba membuat daftar menu bebek di Surabaya dan sekitarnya yang menurut saya lumayan untuk dicoba.
1.       Bebek Pahlawan.
Bebek goreng ini dijual di kaki lima di sebelah selatan Tugu Pahlawan. Tempatnya terbuka dan rame banget, harus sabar kalau antri di sini. Bukanya dari setelah magrib sampai sekitar pukul sepuluh malam. Kalau menurut saya bumbu bebeknya nggak terlalu istimewa, sambalnya ada dua macam, pedas dan sedikit asam. Saya malah lebih tertarik sama es degan yang dijual di warung sampingnya. Saya jarang sekali ke sini karena selain jauh dari kost, saya malas sekali antri pesan makan dan tempat duduknya.
2.       Bebek Palupi
Ini salah satu bebek favorit saya. Dagingnya empuk, gurih, dan sambalnya pas di lidah saya. Buat yang suka bebek kriuk-kriuk bisa pesan agar bebek digoreng kering. Saya jadi lapar. Hahaha. Warung Bebek Palupi ini buka setiap hari jam 5 sore sampai 11 malam. Saya juga jarang ke warung ini karena tempatnya yang lumayan jauh dari kost saya, yaitu di pinggir jalan Rungkut Lor/Asri,  di daerah Rungkut.
3.       Bebek Papin
Bebek goreng ini juga salah satu favorit saya. Saya sering sekali ke tempat ini karena memang dekat dengan kampus saya, yaitu di jalan Mulyosari depan Mc Donald. Selain di sana juga ada cabang lain di dekat Stasiun Gubeng lama dan di daerah Kalianyar. Bebeknya memang agak kecil, tapi gurih sekali dan empuk, ditambah dengan minyak bebeknya yang disajikan terpisah, enak. Hahaha. Warung bebek goreng ini buka dari magrib sampai sekitar pukul sepuluh malam.
4.       Bebek Hitam Sayeki
Bumbu bebek yang satu ini agak beda sama bebek-bebek yang lain. Penampilannya yang hitam legam dan berminyak semakin meyakinkan kalau makanan ini enak dan nggak sehat. Sambalnya sangat pedas untuk ukuran lidah saya. Potongan bebeknya agak kecil dan nggak konsisten kadang empuk kadang susah digigit. Warung ini buka setiap hari dari siang sampai tengah malam di pinggir jalan Darmahusada samping Alfamart.
5.       Bebek Purnama
Bebek yang satu ini ada banyak sekali cabangnya, entah yang asli atau yang palsu. Masing-masing cabang rasanya beda-beda. Kalau saya suka yang di Keputih, tapi sekarang rasanya juga sudah beda. Ciri khas bebek ini adalah tambahan serundeng kelapa pada bumbunya. Untuk ukuran bebek pinggir jalan rasanya mungkin agak lumayan sedikit. Hehe.
6.       Bebek Mercoon
Dari namanya sudah ketauan kalau bebek yang satu ini super pedas rasanya. Menu bebek mercoon sendiri adalah krengsengan daging bebek dengan bumbu yang super pedas. Saya sampai nangis-nangis kalau makan bebek ini. Selain bebek mercoon ada pilihan menu lain yaitu bebek goreng kremes yang sambalnya dipisah. Harga bebeknya sebenarnya nggak terlalu mahal, tapi minumnya lumayan mahal padahal saya butuh lebih dari segelas kalau makan di sini. Tempat makan ini terletak di Jalan Kayoon no 10A, buka setiap hari Senin-Sabtu pukul 11 siang sampai malam.
7.       Bebek H. Slamet
Bebek dengan sambel korek khas satu ini nggak cuma ada di Surabaya. Bebek asal Kartasuro ini sudah buka cabang banyak sekali di seluruh Indonesia. Kalau di Surabaya ada beberapa cabangnya seperti di Semolowaru, HR. Muhammad, dan di Jalan Bali. Daging bebeknya yang empuk dan gurih pas sekali disantap dengan sambal koreknya.
8.       Bebek Wachid Hasyim
Bebek ini saya temukan ketika nyasar saat mencari bebek di daerah kampus Petra. Karena tempatnya lumayan ramai, saya memutuskan makan di tempat ini, dan ternyata lumayan. Hehe. Bebeknya lumayan besar, empuk, dan murah. Bumbu hijaunya juga lumayan enak. Tempatnya bersih karena bangunannya baru. Dan yang paling penting di sini adalah..tarif parkirnya cuma 500. Saya bayar 1000 dikasih kembalian 500 sama si Bapak parkirnya. Hehe.
9.       Bebek Cak Yudi
Sebenarnya warung bebek ini berlokasi di Perak, tapi sudah buka cabang di Kepanjen dan Mulyosari. Kalau di Kepanjen buka dari siang, tapi kalau cabang Mulyosari baru buka setelah maghrib.  Bebek ini terkenal dengan sambal pencitnya yang menurut saya, hmmm, biasa saja. Hehe.
10.   Bebek Cak Sandy
Bebek goreng ini ada di jalan Slamet dekat SMA komplek dan Primagama. Harganya murah dengan ukuran bebek yang lumayan besar. Bebeknya empuk dan enak. Sayangnya warung bebek yang buka sejak jam 10 pagi ini kurang bersih, nggak bersih lebih tepatnya. Haha.
11.   Bebek Hitam Klampis
Sesuai namanya, penampakan bebek ini memang hitam, dengan sambalnya yang pedas dan berminyak. Khas ala makanan nggak sehat, hahaha. Saya sendiri belum pernah mencoba bebek ini di Klampis, tapi saya berkali-kali menikmati menu bebek ini di salah satu cabangnya di Keputih. Sebenarnya bebek hitam ini hampir mirip dengan bebek hitam Sayeki, tapi yang ini lebih asin dan lebih murah.
12.   Bebek Penyet Bu Kris
Bebek penyet ini merupakan salah satu menu yang ada di Warung Bu Kris. Rasa gurihnya sangat pas menurut saya, sambalnya juga pas. Memang tidak terlalu istimewa, tapi sangat pas, hehe. Dulu saya sering sekali memesan menu ini dipasangkan dengan es cendol ukuran jumbonya yang sedap.
13.   Bebek Kayu Tangan
Kalau bebek yang ini adanya di daerah Bratang. Sebenernya ada sih cabangnya di Kertajaya, tapi banyak yang bilang itu nggak asli, saya sendiri belum cek sih, udah su’udzon duluan. Saya suka bebek bakarnya, ukurannya lumayan gede, dan bumbunya pas. Yang nggak saya suka di sini tempat parkirnya yang terbatas dan warungnya yang  penuh asap bakar-bakar. Alhasil saya makan bebek sambil merem melek.
14.   Bebek Sinjay
Bebek goreng dengan khas sampel pencitnya ini memang nggak di Surabaya, tapi di Pulau Madura yang jaraknya cuma 15 menit dari jembatan Suramadu. Kalau lagi pengangguran banget saya suka main ke sini. Kalau bebek ini pasti udah banyak banget yang tau, soalnya hampir semua dari luar kota yang “berwisata” ke Suramadu pasti mampirnya ke sini. Asal jangan datang di hari Jumat, soalnya warung ini tutup setiap hari Jumat.
15.   Bebek Songkem
Bebek ini saya temukan saat saya dikecewakan oleh Bebek Sinjay. Gara-garanya waktu itu Bebek Sinjay tutup di hari yang-menurut-kalender-hape-saya bukan hari jumat. Karena sudah terlanjur sampai di tanah Madura, akhirnya saya memutuskan untuk mencoba Bebek Songkem yang letak warungnya masih sejalan sama Bebek Sinjay. Meskipun sedikit lebih mahal, tapi sesuai lah dengan susahnya memasak bebek ini, karena bebek ini dikukus tanpa air selama 3 jam dengan daun pisang (atau 5 jam saya lupa, hehe). Dari semua menu yang saya sebutkan di atas, menu ini yang paling sehat karena menurut tulisan di warungnya, menu ini rendah kolesterol. Yang membuat saya kaget, ternyata warung bebek ini sudah buka cabang di Surabaya. Lalu apa gunanya saya menyeberangi lautan hanya untuk sepotong bebek ini..