Saya adalah salah satu pelanggan setia kereta api ekonomi. Alasannya jelas, karena aman dan murah. Ayah saya sudah mengenalkan moda transportasi ini sejak saya masih SD. Saat kuliah saya jadi semakin akrab dengan transportasi darat ini. Setiap bulan atau bahkan setiap minggu saya tidak pernah absen menggunakan kereta api untuk pulang ke Mojokerto. Saking seringnya saya naik kereta api, stasiun terasa seperti rumah sendiri. Saya hafal satpam-satpamnya, saya tahu penjual asongannya, dan saya sangat hafal mana mbak-mbak loket yang baik dan yang judes.
Yang menarik dari agenda rutin saya naik kereta api ini adalah, saya bisa menemui banyak hal yang jarang saya temui di rumah atau pun di kampus. Bagi yang belum tahu suasana gerbong kereta api ekonomi, saya akan menggambarkannya sedikit. Di dalam gerbong sering kita temui penumpang yang berdiri karena kehabisan tiket duduk atau memang penumpang nakal yang tidak mengantongi tiket. Suasana gerbong sangat ramai. Tak jarang kita temukan penumpang yang memutar lagu-lagu sejenis ST 12 yang khas dengan irama melayunya, dan tentu saja dengan volume suara yang tidak pelan. Suasana jadi semakin bising dengan suara penjual asongan dan segerombolan pengamen yang menyanyi sambil teriak-teriak.
Membuang sampah di lantai gerbong adalah hal yang dianggap "halal". Ada beberapa penumpang yang menganggap itu tidak baik dan menyarankan untuk membuang sampah ke luar jendela. Yah, menurut saya itu lebih parah daripada membuang sampah di lantai gerbong karena paling tidak sampah di lantai akan dibersihkan petugas dan dibuang di tempatnya. Tapiii, saya juga menemukan kenyataan bahwa ada petugas-petugas "nakal" yang membuang sampah yang sudah terkumpul tadi ke sawah.
Selain kebiasaan buruk membuang sampah, saya juga tak asing dengan penumpang-penumpang yang seenaknya menduduki kursi penumpang lain. Alasannya hanya karena malas cari nomer kursi. Hah. Belum lagi penumpang-penumpang yang doyan sekali menaikkan kaki ke kursi di depannya, dan tak jarang itu adalah kursi saya. Di luar masalah sopan dan tidak sopan ya, sebenarnya itu tidak masalah buat saya. Yang membuat saya sedikit kesal adalah cara ibu-ibu itu menyodorkan kakinya ke kursi saya, tanpa ijin dan bahkan dengan tatapan sinis. Oh Tuhan, salah apa pantat saya??!
Fasilitas di dalam gerbong kereta api juga tak luput dari dampak kebiasaan buruk para penumpang. Mulai dari kursi yang semakin tidak berbentuk, kaca jendela yang sulit dibuka tutup, sampai toilet yang saya-berjanji-tidak-akan-menggunakannya-kalau-tidak-benar-benar-kepepet. Ya..tapi saya tidak berhak protes, itu memang "harga" sebuah tiket kereta ekonomi di Indonesia, kalau mau lebih nyaman ya silakan pilih kelas bisnis atau eksekutif.
Sebenarnya wajah kereta ekonomi tak seseram itu kok. Banyak juga ditemukan orang-orang yang acuh, orang-orang yang menyimpan sampahnya sampai turun dari kereta, orang-orang yang mencari nomor kursinya sampai ke gerbong sebelah, dan orang-orang yang rela duduk separuh pantat demi berbagi kursi dengan penumpang yang berdiri. Tergantung pribadi masing-masing sih ya. Kalau semua penumpang peduli, mungkin angkutan seharga 5000 untuk jarak dekat ini akan terasa lebih nyaman. Kenyataannya di Indonesia, ketidaknyamanan sepertinya selalu melekat pada semua hal yang berlabel ekonomi. Yah..
No comments:
Post a Comment